Di Tempur Bertemu Sedulur

Sebuah tempat memanggil kita dengan caranya sendiri. Lagi-lagi tanpa rencana merayakan tahun baru (1/1/2018). Baru tidur sebahis salat subuh dan bangun jam 10, ada ajakan dari sekjennya Gambang Syafaat, Mas Ronny. “Siap Ndan”, begitu kalau aku mendapat kabar dari beliau, orang yang selalu aku takdzimi intruksinya. Ia mengajakku untuk piknik, ini hari terakhir liburan, besok akan memasuki rutinitas seperti biasa.

Ia memberi ciri-ciri tempat yang akan dituju sebagaimana mimpinya tadi malam. Ke arah utara, ke Jepara tetapi bukan laut. Ia ingin ke daerah pegunungan. Aku mengusulkan tempat yang indah tetapi jauh yaitu desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara. Aku sendiri agak enggan ke tempat ini mengingat jauhnya. Tetapi lagi-lagi karena beliau yang ajak maka aku “siap ndan”.

Pukul 12.00.WIB dari Demak, masuk Kelat pukul 14.00 WIB. Kami salat dulu di sebuah masjid. Menuju tempat tujuan kami tidak melewati jalur kota sebagaimana biasanya, kami lewat jalur dalam, Ipnu dan Jony paham betul jalan-jalan di sini. Setelah Bangsri dan Kembang kami melewati kebun karet yang luas dan panjang. Biasanya di tempat ini sepi sekali. Tapi kali ini sebaliknya. Hutan karet menjadi tempat berkumpul orang-orang. Mereka datang dari desa-desa sekitar menggunakan motor, mobil bak terbuka dan mencari tempat di antara kebun karet. Ada yang menggunakan pengeras suara, sound sistem membunyikan lagu-lagu dangdut.

Selain membunyikan musik aktifitas mereka adalah bakaran. Menyalakan arang dan membakar jagung atau ikan. Puluhan kelompok melaksanakan ini. kami tidak tahu itu tradisi apa dan sejak kapan dilakukan. Kami melewati Desa Damarwulan untuk kemudian masuk ke Desa Tempur tujuan kami. Jalan sempit naik-turun curam. Alhamdulillah sopir kami bukan sopir kemarin sore. Mata kami disuguhkan pemandangan yang elok, sungai yang mengalir jernih, batu-batu besar di antaranya, pohon-pohon kopi,  persawahan dengan pengairan berundak, tebing-tebing tinggi.

Banyak orang menuju ke tempat ini, muda-mudi berfoto di sungai, mengambil latar puncak songolikur, salah satu puncak Gunung Muria.

Kami ingat punya sedulur di desa itu, namanya Imam Suyuti. Ia mengambil paket infaq Gambang Syafaat dalam rangka peringatan ulangtahun yang ke-18 pada 25 Desember kemarin. Kami belum pernah bertemu sebelumnya, Hp tidak bisa berfungsi mengintat signal yang hilang. Tetapi kami punya alamatnya karena kemarin mengirim paket. Sampailah kami di rumahnya. Ternyata beliau tidak di rumah, beliau ada kumpulan Banser di Kelet.

Kami turun dan ketemu di suatu tempat, di sebuah warung dekat sungai. Di sana kami ngobrol tentang desa yang Indah itu. Ia bercerita tentang hasil bumi yang paling banyak dihasilkan di daerah Tempur adalah kopi. Cerita lain darinya adalah tentang kebanyakan pemuda yang pergi ke luar negeri menjadi TKI. Kami juga berdiskusi tentang kemungkinan-kemungkinan yang bisa dilakukan pemuda agar potensi alam bisa dioptimalkan untuk kesejahteraan masyarakat. “Bisa studi banding ke Gua Pindul Kang, atau ke rumah situs di Grobogan.”

Kemungkinan mengembangkan paket wisata, outbound, pengembangan blog dan akun media sosial agar banyak orang berkunjung. Tempat seindah ini tidak banyak yang tahu bahkan oleh orang se-Kabupaten sekalipun, Jepara. Jepara selama ini hanya dikenal sebagai kota ukir, wisata pantai, padahal mereka memiliki Tempur yang sangat keren coy.

Mas Imam juga bercerita tentang bencana. Beberapa tahun yang lalu terjadi bencana yang mengakibatkan desa tempur terisolasi selama dua minggu. Akses jalan penghubung terendam banjir, jembatan rusak.

Kerusakan alam itu menurutnya adalah karena pembalakan liar. Pada waktu itu hutan sempat gundul karena kayu di hutan ditebang dan dijual oleh masyarakat sendiri. Penangkapan satwa juga bebas dilakukan. Sekarang masyarakat sudah memiliki kesadaran untuk menjaga. Mereka melakukan penghijauan, mereka juga melarang penebangan liar dan pengambilan satwa apapun dengan cara apapun. Tempur kembali indah. Kunjungan yang terlalu singkat, Mas Imam menawari untuk menginap, lain kali Insyaallah. Terimakasih atas kopi robusta yang segar dan mantap.  Kami cabut pukul 17.00. WIB, sampai ketemu lagi.

0Shares
Dosen di Universitas PGRI Semarang. Penulis buku Soko Tatal dan kumpulan cerpen Di Atas Tumpukan Jerami. Penggiat di Simpul Gambang Syafaat Semarang dan Maiyah Kalijagan Demak.
Pos dibuat 143

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.