“Silakan duduk di situ. Di meja ada jeruk hangat kesukaanmu, minumlah. Ada juga pisang goreng, silakan dinikmati.” Sam duduk di taman rumah Kos Tsani, sendiri. Sementara Tsani duduk di teras. Antara mereka disela oleh tirai yang terbuat dari bambu.
Kupu-kupu hinggap dari anggrek menuju melati, berpindah lagi ke mawar kemudian pergi ke taman sebelah. Gantian kumbang hinggap di mawar hingga bergoyang-goyang. Sam duduk dibangku kayu bercat biru. Ransel berisi laptop dan buku-buku ia letakkan di kursi sebelah. Di depannya meja bundar. Tsani sudah menyaipkan sebelum Sam datang. Jeruk hangat dan pisang goreng. Sam memungut satu.
“Eee…jangan lupa berdoa dulu.” Suara Tsani dari balik tirai.
“Iya..ya. pasti dong berdoa dulu.” Sam berdoa kemudian menggigit pisang goreng dengan gigitan besar.”
“Orang yang makan dan minum tidak berdoa terlebih dahulu maka makanannya haram karena perbuatan itu seperti mencuri. Ia tidak meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik makanan. Kamu belum makan siang?”
“Tidak sempat.”
“Kamu suka gitu.”
“Habis kamu gitu.”
“Gitu apa?”
“Tidak bisa dihubungi, bikin tidak doyan makan.”
“Gombal.”
“Tsani, mengapa kamu tidak ke sini saja, berhadap-hadapan seperti biasa?”
“Kita bukan mukhrim, Sam.”
“Oh ini namanya taaruf?”
“Ini adalah cara yang dibolehkan oleh agama ketika seorang laki-laki dan perempuan bertemu, belum menikah dan bukan mukhrim.”
“Kalau kamu kuliah bagaimana, apakah mau seperti ini.”
“Sudah, Sam. Aku tidak mau berdebat tentang itu sore ini. Pokoknya aku maunya begini. Jika tidak mau ya tidak jadi diskusi.”
“Ya sudah kalau gitu aku pulang.”
“Ett…jangan ngambek gitu dong Sam. Duduklah, minum wedang jeruk itu. Aku mengundangmu ke sini untuk diskusi tentang hijrah dan jihad. Aku dituduh oleh teman-temanku bahwa hijrahku kurang kaffah, jihadku kurang sungguh-sungguh.”
“Mengapa diskusinya dengan aku?”
“Aku ingin mendengar suara dari sisi lain. Aku ingin berbantah dengan mu. Aku ingin menguji pemahaman dan keyakinanku.”
“Orang memiliki kebenaran masing-masing. Biarkan kebenaran menurutmu menjadi milikmu, dan keyakinan menurutku menjadi keyakinanku. Tapi jika mau bertukar pandangan yo monggo. Aku akan berpendapat sesaui dengan pemahamanku. Aku mulai dari Hijrah. Hijrah sepengetahuanku adalah pindah. Seruan hijrah adalah seruan untuk pindah dari Makkah ke tempat lain. Pengikut-pengikut Nabi dari golongan lemah seperti Bilal dan Ammar bin Khubab mendapat tekanan berupa kekerasan, atas itu Nabi menawarkan hijrah ke Habsyah. Sedangkan hijrah di Yatsrib sekarang Madinah diawali dengan usaha Rasul menemui para pendatang dari Yatsrib yang berkunjung ke Makkah. Setelah itu terjadi Bai’ah Aqobah I dan Bai’ah Aqobah II. Rasulullah juga mengirim sahabat Mushab ibn Umeir ke Madinah untuk mempercepat terjadinya peristiwa hijrah.”
“Tidak bisakah hijrah dimaknai yang lebih luas. Perpindahan itu dari keburukan ke jalan hidup yang lebih baik. Jalan hidup yang tadinya jauh dari syariah ke jalan hidup yang mempertimbangkan syariah.”
“Tentu saja boleh, tetapi mengatahui hal dasar juga baik. Tentang pemaknaan hijrah sebagai jalan pindah itu ke kebaikan itu juga baik, tetapi aku sedang ingin diskusi tentang hijrah pada mulanya terlebih dahulu. Tiga belas tahun Rasulullah berdakwah di Makkah dan pengikutnya sekitar riga ratus orang. Orang-orang elit Quraisy menganggap Islam sebagai sebuah petualangan. Mereka menganggap Islam sebagai akal-akalan Muhammad yang ingin merebut puncak-puncak kekuasaan Makkah. Maka Rasulullah berhijrah untuk menunjukkan kepada orang Makkah tentang tata kelola negara yang baik, benar, kuat. Kemudian Madinah dibangun, mulai dari struktur batin masyarakatnya terlebih dahulu baru struktur fisiknya. Penguasa ummat Islam hanyalah Allah. Semua orang melakukan segala sesuatu hanya karena Allah. Rasulullah berposisi sebagai tauladan, sebagai manusia contoh yang paling tepat.”
Sam menambahkan, “Dan orang-orang yang bersaksi, mengucapkan kalimat tauhid adalah terikat dalam sebuah persaudaraan. Mereka dipersatukan dalam kesamaan iman. Mereka tidak memandang perbedaan suku, golongan, nasab.”
“Di Madinah mereka satu agama?”
“Tidak, karena sebelumnya Madinah sudah dihuni orang-orang pemeluk agama lain juga, seperti Yahudi. Nabi tidak mengusirnya. Terhadap mereka Nabi membuat kesepakatan yang dikenal dengan piagam Madinah, di sana diutarakan, bahwa penduduk Madinah berkewajiban menjaga keamanan dan stabilitas Madinah. Bila ada yang melanggar baik Muslim muapun selain Muslim maka dikenai sanksi yang sama. Diusirnya salah satu suku Yahudi pada sebuah peristiwa bukan karena Yahudi, tetapi karena mereka ingkar terhadap piagam yang telah disepakati.”
“Bagaimana cara Nabi membangun Madinah, sebagai kota percontohan itu?”
“Pertama-tema Rosulullah membangun pemahaman masyarakatnya tentang posisi manusia sebagai makhluk dan hubungannya dengan sang khalik. Maka segala tindakan masyarakat atau ummat dalam bentuk apapun adalah jihad. Segala keputusan diambil dengan jalan musyawarah. Keputusan yang dari musyawarah bersifat mengikat bagi seluruh penduduk. Setelah itu Rasulullah membangun infrastruktur berupa masjid, jalan, dan pemakaman. Bahkan urusan sumur penduduk juga diurus oleh Rasulullah. Muhammad, kekasih Allah kemudian menguatkan Madinah dengan kesedian pangan dengan menggerakkan menanam. Mengoptimalkan seluruh lahan kosong untuk ditanami.”
“Apakah aku boleh mengambil kesimpulan bahwa inti dari hijrah bukan hanya pindah tetapi Nabi ingin memberi contoh kepada penduduk Makkah dan penduduk yang lain bagaimana sebuah kota dikembangkan dengan benar sebagaimana Allah perintah? Bukan hanya Makkah yang harus mencontoh tetapi juga kita sekarang boleh mencontohnya untuk mengembangkan negara. Mulai dari penguatan Aqidah dulu, musyawarah, jihad, infrastruktur dan lain-lain. Wah ini jihad sudah mulai muncul.”
“Alquran adalah wahyu yang diturunkan kepada Muhammad pada usia empat puluh tahun. Sejak menerima wahyu pertama itu, Muhammad mengemban tugas kenabian. Ia bertugas menyampaikan risalah dari Tuhan itu kepada seluruh ummat. Ia hanya bertugas menyampaikan, sedangkan bergerak dan tidak bergerak hati seseorang bergantung hidayah dari Allah. Jika Nabi perang itu bukan dalam rangka memaksa orang-orang untuk mengimaninya, tetapi Nabi memerangi mereka-mereka yang menghalangi tugas kenabiannya untuk menyampaikan risalah itu. Nabi tidak hanya penyampai risalah, ia juga mengemban sebagai tauladan atas risalah itu. maka Akhlak Muhammad adalah Aklhlak Alquran. Aisyah pernah mengatakan, bahwa Alquran adalah yang dipraktikkan oleh Muhammad itu. Bolehkan kita meniru Muhammad? Kamu bertanya, jawabannya tidak hanya boleh tetapi wajib. Jika kita ingin melihat Alquran itu dipraktikkan, maka kita bisa melihat kehidupan Muhammad. Membaca kembali pola Muhammad mengembangkan Madinah bisa menjadi solusi atas permasalahan ummat Islam hari ini.”
“Sudah dua kali kamu menyebut jihad. Katamu, setelah hubungan manusia dan Allah jelas, hanya Allah sebagai sesembahan, tempat bergantung, pemimpin hidup maka segala yang dilakukan oleh manusia adalah jihad. Apa maksudnya jihad?”
“Menurutku segala cara untuk menyampaikan risalah adalah jihad. Risalah itu yang sekarang tertulis dalam muskhaf Alquran dan yang prilaku yang dipraktikkan oleh Muhammad. Tidak bisa kita mengaku sebagai ummat beliau tetapi tidak meneladaninya. Kita tidak hanya menyampaikan tetapi juga meniru cara-cara menyampaikan. Jika hanya Allah sebagai sebuah alasan segala perbuatan, maka segala sesuatu yang kita lakukan adalah jihad. Kamu bisa membantuku arti Jihad?” Sam bertanya.
Tsani menata tempat duduknya kemudian menjawab. “Aku pernah membaca beberpa buku mengenai jihad. Menurut Quraish Shihab, jihad berasal dari kata Jahd artinya letih dan sukar. Jihad memang mengakibatkan keletihan dan kesukaran. Ada juga yang mengatakan jika jihad berasal dari kata juhd artinya adalah kemampuan. Jihad itu menuntut kemampuan dan sesai kemampuan. Dari kata itu tersusun ucapan, “jahidah bir-rajul” yang artinya seseorang sedang mengalami ujian. Said Aqil Siraj menyatakan bahwa Jihad berasal dari kata jahada yang artinya upaya dan usaha . Runutan kata tersebut adalah jahada, yajhadu, jihad, dan mujahada. Membicarakan jihad juga membicarakan ijtihad dan mujahada, dari satu akar kata yang sama yang artinya keseriusan dan kesunguhan. Jihad adalah keseriusan dan kesunguhan secara fisik dan non fisik, ijtihat, kesunguhan pada dimensi intlektualitas, dan mujahada kesunguhan dalam dimensi spiritualitas. Jihad adalah perwujudan cinta kasih seorang hamba kepada Allah, kerelaan seorang hamba melakukan apa saja, pengorbanan seorang hamba untuk Dzat yang dicintainya.”
“Terimakasih Tsani, jawabanmu lengkap, bacaanmu lengkap. Membaca lengkap dan mendengar dari segala segi bisa membuat kita adil. Aku kutip pernyataanmu yang terakhir, bahwa jihad adalah pernyataan cinta kasih hamba kepada Tuhannya. Karena kecintaan itu maka ia rela berkorban, segala hal dipersembahkan. Mampukah orang yang belum beriman berjihad? Di diskusi-diskusi kita diawal kita telah membahas, bahwa orang yang telah melakukan segala sesuatu karena Allah, maka segala perbuatannya adalah jihad, dan itu tidak melulu angkat senjata. Implementasi dari meneladani Rosulullah seperti menjaga kebersiahan, berbaik dengan tetangga juga jihad jika itu karena Allah.”
“Tapi mengapa kata jihad sekarang identik dengan kekerasan dan pertumahan darah?”
“Pertama, memang ada yang mengartikan dan mempraktikkan jihad semacam itu. Kedua, hal itu digunakan oleh orang di luar Islam, yang benci Islam untuk memojokkan Islam. Bagaimana mungkin Islam kasar dan keras. Islam hadir dalam suasana masyarakat Arab yang keras dan kasar, sedangkan Islam hadir dengan kelembutan dan cinta. Tiga belas tahun Rosulullah berdakwah di Makkah dan selalu mendapat tentangan, tidak pernah sekalipun beliau kehilangan kontrol baik ucapan maupun perbuatannya. Karena pesan kerosullannya adalah terciptanya akhlak yang mulia. Pernah beliau ditawari untuk menimbun para penghina, penentang dakwahnya dengan menimbunnya dengan gunung. Karena cinta kasihnya beliau melarang, jika tidak dia yang masuk Islam, mungkin keturannya, kata beliau.”
“Sam, aku ulangi pertanyaanku, bisakah hijrah diartikan pindahnya dari keburukan ke kebaikan. Jika seseorang yang tadinya berprilaku buruk kemudian berpendah prilaku ke prilaku baik, dapatkah disebut manusia hijrah?”
“Tentu saja boleh Tsani, asal jangan merasa lebih baik dari orang lain dan memperolok yang belum bisa seperti dia. Dasar juhad, hijrah, dan dakwah adalah kecintaan kepada ummat manusia. Karena kasih sayang ia menyapa dan kasih sayang tidak pernah surut meskipun dakwahnya tidak berhasil. Seorang yang cinta tidak mungkin mampu mencela.” (Muhajir Arrosyid).