12 November 2022. Orang-orang pada media sosialnya mengunggah foto dan menuliskan kenangan bersama ayahnya, kalender google juga memberitahu bahwa tanggal tersebut diperingati sebagai hari ayah. Orang-orang tidak perlu tahu sejarah hari ayah, mereka senang ada satu waktu untuk mengingat kebaikan-kebaikan ayah mereka.
Pada hari itu pula saya datang ke rumah ayah yang aku panggil Bapak. Sebuah rumah masa kecil yang sekarang hanya ditinggali Bapak dan Ibu saja. Rumah yang dinding dan lantainya terbuat dari kayu ini ditempuh dari rumahku selama 30 menit. Meskipun relatif dekat tetapi aku jarang berkunjung, paling cepat dua pekan sekali. Alasannya karena pekerjaan dan kegiatan-kegiatan lain. Alasan lain adalah karena aku merasa aman karena kakak dan adikku tinggal di sekitar rumah Bapak dan Ibu. Pasti mereka menjaga dan merawatnya.
Jumat malam di grup WA keluarga yang berisi anak dan menantu Bapak dan Ibu, kakak Iparku yang paling senior bertanya. Ia mencari tempat gule sapi dijual. Ia telah mencari ke mana-mana tidak dapat.
Wajarnya gule adalah gule kambing tetapi Bapak tidak boleh makan kambing. Bapak tidak doyan makan. Ia ingin seger-seger. Pada saat itu pula aku tahu bahwa Bapak telah sakit selama dua pekan.
Panik gak sih? Ya panik lah. Malam itu juga bersama istri aku membuat rencana-rencana besok mau kemana saja dan berbuat apa. Pagi harinya kami keliling kota mencari gule sapi dan nihil. Akhirnya kami putuskan membeli sup iga sapi.
Berangkatlah aku dan Bening, anak terbesar kami ke rumah Bapak itu. Sesampai di sana Bapak tiduran di ruang tamu sedangkan Ibu di dalam di depan TV. Kami mengobrol tentang sakit Bapak. Ia batuk dan kepala pusing. Karena sakitnya itu Bapak tidak salat jamaah di masjid, juga tidak datang pada acara selamatan tetangga. Kata Bapak kesehatan sudah lebih baik dari pada kemarin. Bapak sudah makan siang waktu itu maka sub iga dan gurame goreng yang saya bawa belum disantap. Tidak lama berselang adikku juga datang membawa sub sapi, beberapa waktu kemudian kakak Iparku yang kedua juga datang membawa gule.
Aku sudah berencana untuk bermalam di sini. Esok hari juga akan dilaksanakan acara selamatan mendak Pak De Kar, Kakak Bapak. Mendak adalah peringatan 1000 hari kematian. Waktu aku habiskan dengan mengunjungi sanak keluarga yang tinggal di dekat rumah orangtua kami. Ke rumah Adik, kakak, dan dua Pak Lik, adik dari Ibu. Di kampung kami ada sebuah tempat nongkrong namanya Sawahan, saya bersama Bening, anak terbesar kami dan Zuwida, anak dari adikku berkunjung di tempat makan yang berlokasi di tepi kampung dengan pemandangan persawahan itu. Saya memesan jahe susu, kentang goreng, dan sosis.
Di kampung masa kecilku itu malam begitu pendek. Pukul 21.00 WIB kampung sudah dikuasai oleh suara serangga, lampu-lampu mati, dan orang-orang telah bersiap tidur. Aku yang biasa tidur larut mau tidak mau mengikuti ritme itu. Sebelum tidur telah saya siapkan obat kalau-kalau asmaku kambuh nanti malam. Benar sekitar pukul 01 saya terbangun, udara dingin sekali. Padahal sebelum tidur tadi panas bahkan saya sempat menyalakan kipas angin.
Sebagaimana biasanya jika asma kambuh saya minum obat kemudian duduk menunggu asma reda kemudian tidur lagi. Sialnya saya malam itu ada batuk-batuk kecil sehingga Bapak mendengar dan beliau terbangun. Lalu Bapak mencarikan ku obat batuk, membawakan ku selimut tebal, juga minyak kayu putih. Batuk kecil pada malam hari adalah hal biasa bagiku karena juga sering terjadi saat saya di rumah tetapi itu membuat Bapak khawatir sehingga beliau terbangun dari mencari ini dan itu.
Aku kemari dalam rangka menjenguk Bapak, melayani beliau malah gantian dilayani. Begitulah Bapak.