“Teman-teman, coba cerita kepada saya kiranya masalah-masalah yang kalian hadapi yang membuat kalian stress?” Pertanyaan ini saya ajukan kepada para mahasiswa semester lima. Saya perlu memahami masalah-masalah yang mereka hadapi yang mungkin berbeda dengan masalah-masalah yang saya hadapi ketika saya menjadi mahasiswa. Pertanyaan itu juga dipantik oleh beberapa kasus mahasiswa Semarang yang memilih mengakhiri hidupnya secara mandiri.
Diskusi ini berangkat dari asumsi bahwa kuliah adalah proses komunikasi, dan kumunikator yang baik adalah ketika ia mengenal komunikannya. Jangan-jangan selama ini saya tidak mengenal para mahasiswa saya. Lama-lama usia saya dengan mahasiswa terpaut jauh. Jika dulu hanya terpaut enam tahun, sekarang bisa terpaut dua puluh lima tahun. Saat mereka lahir, saya sudah lulus kuliah.
“Lihat tiktok Pak. Lihat orang-orang pada sukses pada usia muda menghasilkan banyak uang dari tiktok dan saya belum.” Jawaban dari salah satu mahasiswa. Cemburu atas capaian orang lain. Hidup kita seperti tidak beranjak ke arah maju. Masalah begini sebenarnya ya sama saja dengan zaman saya kuliah dulu. Dulu juga ada orang yang cemburu dengan capaian yang di dapat orang lain.
Saya juga demikian. “Kok itu enak hidupnya ya, kok saya begini-begini saja.” Itu masalah purba sebenarnya, maka ada sebuah ungkapan “jangan melihat ke atas terus, lihatlah ke bawah juga.” Melihat ke atas, maksudnya melihat orang yang memiliki capaian dari kita memang dapat memotivasi kita agar giat belajar, giat bekerja tetapi juga bisa membuat kita cemburu. Kita perlu melihat ke bawah, bukan untuk mencemooh, tetapi agar tumbuh cinta.
Saya mendapati kasus, seorang mahasiswa baru setress karena hp nya bukan hp merek terbaik. Ia menganggap masalah ini adalah masalah serius. Ia merengek kepada orang tuanya untuk membelikan Hp tersebut. Orangtunya bukan orang berada. Mereka harus kredit setelah mengeluarkan DP yang juga seudah banyak. Hp itu seharga 15 jutaan.
Kasus kedua ini saya hampir tidak bisa memahami. Kenapa Hp harus bagus dan seharga segitu. Hp berfungsi untuk komunikasi. Jika disana ada WA, email, kamera, saya rasa cukup sebagai Hp. Saya yang sudah berpenghasilan, Hp saya seharga satu juta tujuh ratus ribu. Itu sudah dapat menyelesaikan pekerjaan saya. Hp tersebut dapat saya gunakan untuk bekerja, terkadang rapat online, mengajar pakai Hp tersebut. Saya juga tidak malu menenteng Hp tersebut. Saya lihat orang-orang sekitar saya juga tidak memandang rendah saya karena Hp saya itu. Lalu apa masalahnya?
Setelah saya berdiskusi dengan mahasiswa maka kesimpulan di dapat. Ini adalah masalah gengsi. Masalah gengsi juga masalah purba. Masalah ini sudah ada sejak zaman dulu kala. Orang yang bermental inverior justru perlu melengkapi dirinya dengan fasilitas mewah untuk menutupi rasa rendah dirinya. Orang yang bermental superior ia cukup percaya diri dengan apapun yang dimilikinya. Ia tahu bahwa dalam dirinya ada sesuatu yang lain yang lebih berharga dibanding benda-benda tersebut.
Sebenarnya masalah-masalah pada zaman sekarang, yang dihadapi oleh anak-anak sekarang yang membuat mereka stress adalah masalah-masalah yang sama yang dihadapi oleh orang-orang pada zaman dulu, bentuk dan pematiknya saja yang berbeda, akarnya sama.
Lalu bagaimana? Kiranya kita perlu punya pandangan seperti lirik sebuah lagu; hidup adalah anugerah. Saya mendengarkan kata-kata ini disampaikan lagi di instagram disampaikan oleh perempuan yang sudah sepuh. Rambutnya serba putih, dan kulitnya berkerut. Ia bilang, “Masa tua adalah anugerah. Hal itu perlu kita tanamkan agar kita bahagia dan tidak mengeluh terus sebagai orang tua.”
Benar hidup yang diberikan kepada kita ini apapun kondisinya adalah anugerah. Apa yang kita terima sekarang adalah yang terbaik. Rumah yang kita miliki, kendaraan yang kita tunggangi, Hp yang kita pakai, adalah yang terbaik yang dianugerahkan kepada kita. Jika kita tidak dapat merewat yang sudah diberikan, jangan salahkan jika tika tidak diberi tanggungjawab yang lebih dari itu. Teman-teman kita bukanlah saingan, bukan orang yang perlu kita cemburui. Mereka adalah teman berbagi cinta dan cerita. Selamat hari kesehatan mental 10 Oktober 2024.