Hari ini putri kami yang cantik dan centil, Bening Arum Sidqia berangkat piknik bersama teman-temannya, PAUD Ken Amanah. Ia yang biasanya bangun ogah-ogahan kali ini bangun gasik. Ia sudah memiliki kegembiraan tersendiri karena mau pergi, jalan-jalan melihat-lihat dunia luar. Maklum jarang diajak piknik sama Ibu apalagi Bapaknya.
Tujuan pertama piknik Bening adalah bandara Ahmad Yani Semarang. Dari PAUD sampai bandara kira-kira menempuh waktu selama satu jam. Untuk apa ke Bandara? Apalagi kalau tidak melihat pesawat terbang turun dan naik. Bagi mereka pesawat terbang masih sebuah keajaiban. Seumur hidup mereka belum tentu bisa memiliki kesempatan naik pesawat itu. Jadi cukuplah bagi mereka melihat sebuah benda dari besi bisa terbang. Dari kejahuan mereka mendengar, “Pesawat dengan tujuan ketapang siap terbang.”
Di PAUD mereka dikenalkan tentang transportasi, bagaimana manusia bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Mereka dikenalkan tentang pesawat, kapal, kereta, bus, sepada, sepeda motor, dokar. Meskipun hanya beberapa jenis kendaraan yang mampu mereka gunakan.
Teman-teman Bening tinggal di kampung yang berhipitan dengan sawah. Pekerjaan orang tua meraka adalah buruh pabrik, tukang bangunan, petani, mencari kodok, pedagang di pasar, dan ada beberapa yang tenaga kerja di luar negeri. Yang bekerja di luar negeri inilah yang berkesempatan naik besi terbang ini.
Jika biasanya mereka hanya melihat pesawat melalui gambar atau replica, sekarang mereka bisa melihat secara langsung dari kejahuan. Mereka mendengar suaranya, melihat kecepatannya. Entah, ada mimpi muncul di kepalanya, suatu saat nanti aku ingin terbang atau memupus mimpi itu.
Dulu ketika Bening masih di kandungan sekira umur enam bulan aku mengajak Ibunya Bening jalan-jalan. Perjalanan berangkat dari Demak ke Bekasi kami tempuh menggunakan Bus, dari Bekasi ke Bogor menggunakan kereta api, dari Depok ke bandara menggunakan taksi, baru kemudian dari Bandara ke Semarang menggunakan pesawat. Perjalanan itu semacam mengenalkan kepada Bening tentang transportasi.
Misi yang lain adalah ingin memecahkan mental inferior yang aku ajak naik pesawat. Saya ingat Pram, sebagai bangsa terjajah ia merasa inferior dengan orang kulit putih, suatu ketika dia pacaran dengan orang kulit putih kemudian melakukan hubungan, sejak sat itu inferioritasnya terhadap manusia kulit putih sirna.
Naik pesawat kadang-kadang bukan hanya untuk gaya-gayaan tetapi itu tadi, untuk menghancurkan inferioritas. Demikian juga pendidikan tinggi ditempuh, bukan unutk pandai-pandaian tetapi agar memiliki mental sebagai orang terdidik. Kadang-kadang menyelesaikan mental dalam diri begitu penting untuk memecahkan masalah-masalah berikutnya. Aku telah bermental pesawat.