AMIEN RAIS. Tokoh kita yang satu ini dilabeli sengkuni oleh kelompok yang memusuinya, kadang-kadang lebih kasar dari itu, Ada juga yang menyebut dengan kata-kata ‘Pak Tua’, sebuah sapaan tidak sopan bagi orang tua. Namun sebagaimana sebuah pepatah mengungkapkan, tidak ada orang besar yang tidak memiliki penentang dan tidak ada orang besar yang hanya dicintai. Orang besar selalu punya dua kutup pembenci dan pendukung, demikian tokoh yang akan kita bincang kali ini. Jelas ia akan dicatat dalam sejarah Indonesia. Perannya sangat kentara di masa reformasi. Ia dikenal sebagai tokoh reformasi. Pria kelahiran Surakarta pada 26 April 1944 ini cukup mentereng dalam perjalanan kariernya. Gelar PhD di bidang ilmu politik ia raih di Universitas Chicago, Pada tahun 1995. Ia adalah Ketua Pimpinan Pusat Muhamadiyah dan pada tahun 1999-2004, ia adalah Ketua MPR RI. Pada tahun 2004 ia adalah kandidat presiden.
Pada tahun 2008 Amien Rais diwawancarai oleh Nugroho Dewanto, Grace S. Gandhi, dan Budi Reza dari Tempo. Tepatnya pada edisi 4 Mei 2008, Ia dimintai pendapat tentang Ahmadiyah. Pada waktu itu penyerangan terhadap Ahmadiyah massif terjadi. Hingga sampai ada isu akan dikeluarkannya surat tiga menteri terkait pelarangan Ahmadiyah tersebut. Saya tertarik dengan pendaat tokoh kita ini sehingga akan menyajikannya kembali kepada Anda pada bagian inti dari wawancara tersebut.
Tokoh kita ini memang selalu memiliki pendapat yang menggelitik dan cukup berani. Itulah mengapa sebagaian orang atau lawan-lawannya tidak suka dengannya. Misalnya ketika ditanya tentang kasus Ahmadiyah yang sedang merebak dan ramai, penyerangan dan penghancuran masjid-masjid Ahmadiyah, dia menuduh bahwa ini ada yang bermain. Ia curiga persoalan yang memiliki daya tahan lama ini sengaja dimunculkan. Untuk apa? Apalagi jika tidak untuk mengalihkan perhatian rakyat atas kegagalan pemerintah mengelola pemerintahan Katanya dalam keadaan begini pemerintah seringkali kreatif. Saya kutipkan langsung hasil wawancaranya: “Pemerintah yang sedang anjlok citranya karena tidak bisa mengatasi masalah mendasar yang dihadapi rakyatnya biasanya menjadi kreatif dan inovatif menciptakan isu yang agak tahan lama.”
Lalu tujuannya apa? Apalagi kalau bukan memalingkan masyarakat dari pengangguran, kelaparan, dan kesengsaraan. Amin Rais memberi contoh, saat Bung Karno menyeru ganyang Malaysia padahal Malaysia tidak salah apa-apa. Seruan itu adalah pengalihan isu atas inflasi sudah sampai 900 persen, rakyat lupa bahwa di desa dan kota rakyat sudah ada yang makan tikus. Isu Ahmadyah menurut Amin Rais tidak jauh beda dengan itu, ia hanyalah mengalihan isu karena dari dulu Ahmadiyah ada bahkan sebelum Indonesia merdeka juga sudah ada dan tidak pernah ada masalah. Bahkan menurut Amin Rais, Ahmadiyah lah yang telah menyebarkan Islam di Eropa melalui televisi dan radio yang mereka miliki. Jadi jangan paksakan Ahmadiyah keluar dari Islam, mereka tidak bakal mau. Mereka merasa Islam. Mereka pergi haji, mereka juga salat lima waktu.
Menurut Amin Rais jika dilihat dari agama, agama menghargai perbedaan. Bahkan orang kafir silakan kafir, bagimu agamamu bagiku agamaku. Tidak ada seruan dari Nabi Muhammad untuk memukul karena perbedaan pendapat. Begitu pula konstitusi kita, Konstitusi kita menyuruh untuk menghormati perbedaan.
Jika ada yang berpendapat bahwa Ahmadiyah adalah ancaman politik, itu salah besar. Mengapa karena jihad menurut mereka hanya berarti dakwah saja. Pun siaran televisi mereka di Eropa hanya berbicara tentang ajaran Islam, akhlak, dan ekonomi.
Lalu jalan tengah yang ditawarkan oleh Amin Rais bagaimana? Menurutnya Ahmadiyah tetap dibolehkan tinggal dan beribadah dan berdakwah secara tertutup tetapi tidak secara terbuka. Dan harus ada aturan juga larangan untuk menyerang mereka. Mereka bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki hak hidup.